24 July 2013

khotbah jumat #FridaySermon Ḥaḍrat Khalīfatul Masīḥ V atba. tanggal 12 Juli 2013 tentang #Ramaḍān

Posted by at 7/24/2013 11:34:00 AM
INILAH kutipan khotbah jumat Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ V (Ḥuḍūr) atba. tanggal 12 Juli 2013.

Khotbah jumat yang disampaikan dari masjid Baitul Futuh London, Inggris Raya ini adalah tentang Ramaḍān, diterjemahkan oleh Maulana Hasan Basri.

Setelah mengucap dua kalimah syahadat dan ta’awuḋ, Ḥuḍūr atba. menilawatkan ‘QS [al-Fātiḥah] 1:1—7’ dan disambung dengan tilawat ‘QS [al-Baqarah] 2:184’.

يٰأيّها الّذين اٰمنوا كتب عليكم الصّيام كما كتب على الّذين من قبلكم لعلّكم تتّقون.

Arabic » “Yā‘ayyuha'l-laẕīna āmanū kutiba ‘alaikumu'ṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ’ala'l-laẕīna miŋqobliKum la’allaKum tattaqūn[a].

English » “O ye who believe! Fasting is prescribed for you, as it was prescribed for those before you, so that you may become righteous.

Bahasa Indonesia » “Wahai, orang-orang beriman! Telah diwajibkan atas kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.”

Dengan karunia Allāh Ta’ālā, puasa Ramaḍān telah dimulai di Inggris sejak Kamis (11/7).

Kita sangat besyukur kepada Allāh Ta’ālā bahwa Dia telah memberi taufiq kepada kita semua untuk menunaikan kembali ibadah puasa Ramaḍān.

Pada ayat QS 2:184, Allāh Ta’ālā telah mengingatkan para mukmin kepada pentingnya puasa dan kewajibannya.

Para mukmin telah diingatkan pula bahwa jemaah para nabi yang sudah berlalu pernah diwajibkan berpuasa sebab puasa sangat penting sekali untuk meningkatkan iman dan kemajuan rohani manusia.

Sekarang kita dapat menyaksikan di dalam berbagai Agama apakah puasa mereka itu ‘masih utuh’ seperti di zaman para Nabi mereka atau—bersamaan dengan berlalunya zaman—‘telah berubah’ dari bentuk asalnya.

Namun, di setiap tempat, puasa masih tetap dipertahankan sekalipun dalam keadaan dan bentuk yang lain.

Kita dapat memperoleh keterangan tentang puasa yang diwajibkan pada zaman Ḥaḍrat Nabi Musa a.s. dan juga Hadhrat Daud a.s..

Di kalangan mereka itu masih terdapat pelaksanaan puasa, sekalipun puasa mereka itu hanya menghindari makanan yang dimasak dengan api, keadaan puasa mereka seperti itu.

Di dalam agama Kristen juga terdapat konsep puasa dan sebagian golongan agama Kristen juga melakukan puasa dengan meninggalkan makan daging, sedangkan sayuran boleh dimakan sekehendak hati.

Beberapa hari yang lalu, saya sempat melihat seorang teman Kristen yang sedang berpuasa. Teman itu duduk di samping saya dalam sebuah jamuan makan.

Saya lihat di hadapannya tidak terdapat pinggan berisi makanan sedangkan yang lain sudah siap dengan pinggannya masing-masing berisi makanan.

Ketika saya tanya kepadanya, Anda hendak makan apa? Dia jawab, saya sedang berpuasa. Demi menghormatinya saya pun diam tidak banyak bicara, namun merasa aneh juga, beliau seorang berada, seorang politisi namun beliau mengamalkan ajaran agama juga.

Tidak lama kemudian saya lihat di hadapan beliau sudah tersaji makanan berupa sayur-mayur dan juga nasi.

Saya berkata kepadanya, “Dalam keadaan puasa Anda boleh makan nasi dan sayur-mayur bukan?”

Beliau jawab, “Ya boleh! Sekarang saya akan mulai makan.”

Maka mulailah beliau makan. Kemudian di hadapan kami mulai disediakan berbagai macam makanan di atas talam-talam, di antaranya ada gulai ayam juga dan mulailah kami juga makan.

Tidak lama kemudian saya lihat ada seketul daging dalam pinggan beliau. Tanpa segan saya tanya lagi kepada beliau, “Dalam keadaan puasa, Anda boleh makan daging ayam juga?”

Sambil tertawa beliau jawab, “Ketika saya melihat pelayan-pelayan berulangkali datang di hadapan saya, menghidangkan gulai daging ayam, maka terpikir dalam hati saya, jika pelayan itu menghidangkan daging ayam itu di hadapan saya, maka sedikit banyak saya akan memakannya juga. Oleh sebab itu, sekarang saya sedang memakannya.”

Jadi, begitulah keadaan puasa pengikut agama terdahulu. Semua pada makan, ada daging ayam, lezat rasanya mereka makan.

Ketika dia menyaksikan setiap tamu di sekelilingnya sedang makan, barangkali ada dua orang pelayan sedang menghidangkan makanan, “mungkin salah seorang di antara mereka telah diminta oleh tamu di samping saya itu untuk menghidangkannnya,” atau beliau sendiri dengan akhlak penuh adab telah mengambil daging itu dari dalam talam, kemudian demi menghormati para tetamu di sekelilingnya ia pun mulai memakannya.

Jadi akhlak telah diutamakannya di atas ajaran agama, sebab hukum-hukum agama di dalam buku-buku mereka tidak diterangkan secara jelas.

Akan tetapi penjagaan kitab suci Al-Qur'ān telah dijanjikan oleh Allāh Ta’ālā sendiri dan sampai sekarang terpelihara seutuhnya.

Dan diperintahkan kepada orang-orang Mukmin bahwa puasa tidak hanya diwajibkan terhadap para nabi atau terhadap orang-orang terkemuka saja, melainkan puasa telah diwajibkan terhadap orang-orang yang beriman.

Jika Anda orang-orang yang beriman, maka puasa wajib atas diri Anda. Puasa selama satu bulan wajib atas Anda.

Anda harus berhenti makan-minum dari pagi sampai petang, agar Anda menjadi orang-orang bertaqwa.

Kalian harus berusaha meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā dengan menunaikan puasa Ramaḍān ini. Memang, di dalam Bible terdapat perintah terhadap para Hawari (sahabat-sahabat Ḥaḍrat Nabi Isa a.s.) untuk mengamalkan puasa, bukan untuk dilihat orang (riya).

Dengan berpuasa, rohani manusia semakin meningkat. Apabila kerohanian sudah semakin maju, maka berbagai penyakit rohani akan terhindar.

Akan tetapi, di kalangan mereka (kristiani) disebabkan tumbuhnya kepercayaan kaffarah maka roh puasa yang menjadi asas taqwa itu menjadi hilang dan sama sekali punah.

Jadi, jika di dalamnya tidak ada roh taqwa, maka pentingnya keberkatan puasa pun hilang sirna.

Jika berkat-berkatnya tidak ada, maka puasa hanya tinggal nama saja atau puasa untuk mengambil nama saja.

Kemudian, mereka ingat pula kepada sayur-mayur segar atau yang direbus atau ingat kepada daging yang dimasak juga.

Sedangkan keindahan ajaran Islam atau keindahan ajaran Al-Qur‘ān Karīm yang bukan hanya memberitahu ajarannya, kewajibannya, maksud dan tujuannya; bahkan, sebagai ganjarannya, diberitahu juga kabar gembira tentang nikmat-nikmatnya.

Dan untuk mempertahankan agar ajaran Islam tetap hidup, untuk menegakkan amalan-amalan nyatanya, setiap abad Allāh Ta’ālā menurunkan para mujaddid-Nya serta para wali.

Dan mujaddid untuk zaman ini, Allāh Ta’ālā telah mengutus Ḥaḍrat Mirzā Ghulām Aḥmad a.s. sebagai Imām Mahdī-dan-Masīḥ Mau’ūd a.s. yang menyediakan sarana-sarana untuk menghidupkan kembali spirit ajaran-ajaran Islam seperti keadaan aslinya yang sejati bagi umat Islam sendiri dan pula bagi ghair muslim bahkan bagi segenap umat manusia.

Beliau a.s. telah berulang kali memberi nasihat kepada jalan taqwa berasaskan ajaran Al-Qur‘ān Karīm. Beliau telah mengingatkan kita untuk memahami ruh atau intisari puasa.


ḤAḌRAT Imam Mahdi-dan-Masih Mau’ud a.s. bersabda: “Rukun Islam yang ketiga adalah Puasa. Manusia juga banyak yang tidak mengenal hakikat puasa.

“Puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. Melainkan puasa mempunyai hakikat dan kesan-kesan yang indah yang dapat diketahui dari pengalaman.

“Merupakan fitrat manusia bahwa semakin mengurangi makan-minum keadaan ruhnya akan semakin suci-bersih dan kemampuan kasyafnya semakin meningkat.

“Allāh Ta’ālā menghendaki agar manusia mengurangi makanan bagi jasmani dan meningkatkan santapan lainnya bagi ruhani.

“Orang berpuasa harus ingat bahwa puasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga. Melainkan ia harus sibuk dengan zikir kepada Allāh Ta’ālā agar ia dapat meraih inqitā‘ dan tabattal yakni fanāfi'l-Lāh dan menjalin hubungan erat dengan Allāh Ta’ālā.

“Jadi maksud dan tujuan dari puasa adalah agar manusia dengan meninggalkan makanan yang hanya memberi kekuatan terhadap badan dan memperoleh makanan jenis lain yang menjadi sumber kepuasan dan ketenangan bagi roh manusia.

“Dan orang yang berpuasa hanya karena Allāh Ta’ālā, bukan sebagai adat kebiasaan, haruslah dia banyak-banyak memuji Allāh Ta’la dengan mengucap «Alḥamdu li'l-Lāh», melafaẕkan tasbih «Subḥāna'l-Lāh», dan melantunkan tahlil yakni «Lā ilāha illa'l-Lāh», sebagai santapan rohani baginya.” (Malfūẓat Jilid IX, hal. 122 – 123)


DALAM nasihat ini, Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s. bersabda bahwa semakin banyak manusia mengurangi makanan atau menahan lapar semakin banyak kesucian ruhani akan dia peroleh.

Sehingga timbullah pikiran bahwa menahan lapar adalah sarana untuk mensucikan nafs atau jiwa.

Selanjutnya dijelaskan oleh beliau bahwa menahan lapar bukanlah sarana untuk mensucikan nafs dan tidak pula dengan itu maksud puasa dapat terpenuhi.

Hal itu bertentangan dengan firman Allāh Ta’ālā dalam Al-Qur‘ān. Sebab, maksud dan tujuan puasa adalah untuk meraih taqwa.

Sebagaimana beliau telah bersabda, “Jika puasa dilakukan untuk meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā’, maka manusia harus melewatkan semua waktunya selama berpuasa untuk berzikir kepada Allāh Ta’ālā.”

Di tempat lain Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s. bersabda, “Dengan meninggalkan lapar, orang-orang bertapa juga dapat memperoleh kasyaf, tapi hal itu bukan tujuan orang mukmin.

“Akan tetapi tujuan orang Mukmin adalah inqitā‘ dan tabattal yakni memutuskan hubungan dengan urusan duniawi dan mempererat hubungan dengan Allāh Ta’ālā.

“Dan keadaan demikian dapat tercipta melalui ibadah dan melalui zikir Ilahi. Dan ṣalāt adalah sarana yang terbaik untuk itu, yang memberi kesan hidup terhadap ruh manusia dan menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allāh Ta’ālā.”

Jadi, puasa yang sesungguhnya adalah dengan mengurangi makan-minum, menjauhkan diri untuk sementara waktu dari barang-barang yang halal sekalipun, demi meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā.

Itulah yang disebut taqwa dan menjauhkan diri dari barang-barang seperti itu, tidak melewatkan waktu hanya untuk kegiatan duniawi, melainkan menaruh perhatian penuh terhadap kewajiban ṣalāt dan ẕikir Ilahi.

Jika sebelumnya seseorang sudah terbiasa dengan menjamak atau kadangkala mengqaḍa ṣalātnya, maka khusus pada hari-hari puasa ini, perhatian dia lebih dahulu harus ditujukan terhadap ibadah dan ẕikir Ilahi dari semua pekerjaan yang lain.

Beliau a.s. bersabda, “Pusatkanlah perhatian terhadap memuji Allāh Ta’ālā’ dan apabila kita mengucapkan «Alḥamdu li'l-Lāh (segala puji bagi Allāh)», mulut jangan mengucapkannya hanya sebagai adat kebiasaan saja, melainkan harus dengan penuh rasa kesadaran bahwa pujian itu khusus diucapkan terhadap Rabbi Jalīl, Tuhan Yang Maha Gagahperkasa.”

Kita semata-mata memuji Allāh Ta’ālā Yang kepada-Nyalah kita semua akan kembali dan Yang memberi petunjuk jalan lurus kepada manusia yang sesat.

Jika sepanjang tahun kita tidak merundukkan kepala seperti itu, di hadapan Allāh Ta’ālā, yang merupakan hak-Nya, maka semoga di dalam bulan suci Ramaḍān ini, Dia memberi hidayah kepada kita agar di masa mendatang terhindar dari kesesatan, dan dengan limpahan barkat dari ucapan ḥamd (pujian) kita dapat memperoleh taqwa kepada Allāh Ta’ālā.

Beliau a.s. juga telah memberi bimbingan kepada kita bahwa di waktu kita sibuk dalam memuji-Nya, harus menyadari sepenuhnya bahwa setiap kehormatan ada pada tangan Tuhan.

Maka, di dalam bulan Ramaḍān ini, kita harus berdoa agar Allāh Ta’ālā memberi taufiq untuk melakukan amal-amal saleh yang membawa kita lebih dekat dengan Allāh Ta’ālā dan jangan sampai kita tunduk kepada kehormatan dan kebanggan duniawi.

Sambil memuji Allāh Ta’ālā, kita harus selalu ingat bahwa tumpuan dan harapan kita harus kepada Allāh Ta’ālā, jangan bertumpu kepada suatu kekuatan dunia.

Beliau a.s. bersabda: Di dalam bulan Ramaḍān ini, perhatian kita harus tercurah sepenuhnya terhadap tasbih.

Hanya dengan mengucap “Subḥana'l-Lāh!” saja tidaklah cukup. Melainkan, di mana kesucian Allāh Ta’ālā sedang dibicarakan, maka di sana hati manusia harus tergerak sedalam-dalamnya.

Dan, mulailah memanjatkan doa dengan perasaan hati luluh, “Ya Allāh, sucikanlah kami juga dari segala jenis kehidupan duniawi yang kotor. Dan, jadikanlah Ramaḍān ini untuk menciptakan taqwa yang hakiki di dalam kalbu kami.”
Bacalah tahlil “Lā ilāha illa'l-Lāh!” dan panjatkanlah doa dengan penuh yakin bahwa hanya zat Allāh Ta’ālā yang patut disembah.

Jika seseorang memerukan suatu pertolongan, maka hanya Allāh Ta’ālā-lah yang dapat menolongnya.

Dan jika kita memerlukan suatu perlindungan, maka hanya kepada Allāh Ta’ālā kita harus memohon perlindungan.

Sebab, manusia setiap waktu memerlukan perlindungan Allāh Ta’ālā. Oleh karenanya, setiap waktu harus berusaha selalu tunduk di hadapan Tuhan Tercinta.

Sambil berpuasa di dalam bulan Ramaḍān, harus memanjatkan doa ini: “Ya Allāh. Setiap waktu aku berlindung kepada Engkau, maka lindungilah daku!

“Perubahan ruhani yang telah Engkau taqdirkan bagi mereka yang mencari berkat dari ibadah puasa, ya Allāh, limpahkanlah bagian dari berkat-berkat itu kepada kami yang berlanjut sepanjang kehidupan kami.”

Selanjutnya, beliau (Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd) a.s. bersabda, “Membaca hamdalah, tasbih, dan Tahlil adalah amalan yang dapat menciptakan «tabattalli'l-Lāh», yakni menghindarkan diri dari keinginan-keinginan kesenangan duniawi demi mencari keriḍaan Allāh Ta’ālā dan menciptakan hubungan erat dan setia secara sempurna dengan Allāh Ta’ālā.”

Bersabda lagi, “Ciptakanlah inqitā‘ yakni menghindarkan diri dari kehidupan yang bergelimang dengan kesenangan duniawi kemudian menyibukkan diri dalam beribadah kepada Allāh Ta’ālā.

“Dan pusatkanlah perhatian sepenuhnya untuk ibadah kepada Allāh Ta’ālā. Jika keadaan manusia sudah demikian, maka apa yang telah difirmankan Allāh Ta’ālā tentang maksud dan tujuan puasa itu akan diperoleh hasilnya, yakni orang yang berpuasa itu akan meraih taqwa.”

Jadi, Ramaḍān—yang baru dua hari dimulai ini dan akan berlanjut sampai 29 atau 30 hari—akan memberi faedah kepada kita apabila maksud dan tujuannya itu selalu kita perhatikan sepenuhnya.

Maksud dan tujuan ini sangat besar sekali, untuk meraihnya sangat diperlukan kerja keras.

Sebab, di samping perlu sekali untuk menunaikan hak-hak dan kewajiban puasa, sangat perlu pula untuk memenuhi hak-hak ibadah kepada Allāh Ta’ālā dan hak-hak sesama manusia.

Sebab, mengamalkan kewajiban-kewajiban, itu semua sangat erat hungannya dengan taqwa.

Harus diingat betul tentang cerita seorang teman Kristen yang telah saya jelaskan sebelumnya.

Bahwa pengikut agama-agama lain telah meninggalkan ajaran agama mereka, peraturan agama yang telah ditentukan oleh Allāh Ta’ālā demi meraih keriḍaan-Nya ditinggalkan, mereka mengutamakan tata-cara akhlaq duniawi, dan kewajiban serta intisari puasa yang telah dijelaskan kepada mereka telah mereka tinggalkan.

Puasa yang merupakan sebuah bentuk ibadah dengan maksud dan tujuannya untuk meningkatkan taqwa dan untuk meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā juga sudah hilang sirna.

Jika kita layangkan sebuah pandangan yang halus terhadap hal itu, maka nampaklah ia sebagai sebuah syirik (menyekutukan sesuatu dengan Tuhan), yakni meninggalkan perintah Allāh Ta’ālā dan mengutamakan adat-istiadat duniawi demi menghormati pelayanan seorang tuan rumah.

Siapapun yang mengutamakan seseorang daripada zat Allāh Ta’ālā, maka lambat laun perasaan hormat terhadap zat Allāh Ta’ālā hilang sirna dari dalam kalbunya kemudian syirik datang menguasainya.

Allāh Ta’ālā berfirman, puasa ini telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu juga, bukan diwajibkan khusus kepada kamu saja. Akan tetapi keadaan iman kaum terdahulu semakin terus-menerus merosot.

Intisari perintah Allāh Ta’ālā mengenai puasa telah mereka lupakan, amalan mereka yang tinggal hanya pamer belaka.

Sebagai pelajaran telah dikemukakan juga kepada orang-orang Muslim bahwa, mereka bukan «memahami intisari puasa, meningkatkan tabattal (hubungan erat dengan Allāh Ta’ālā), menaruh perhatian penuh terhadap hamdalah dan ẓikir kepada Allāh Ta’ālā, [dan] memelihara ṣalāt-ṣalāt mereka», melainkan hanya membanggakan amalan puasa mereka sehingga nilai puasa mereka itu seperti nilai puasa orang-orang agama terdahulu.

Jika puasa tidak didasarkan kepada taqwa maka keadaan Anda akan seperti keadaan orang-orang penganut agama terdahulu sebelum Islam.

Banyak yang menamakan diri mereka orang-orang suci melakukan puasa nafal juga selain dari puasa fardu.

Puasa nafal itu juga mereka bangga-banggakan, padahal pada umumnya ibadah nafal dilakukan secara sembunyi atau secara diam-diam.

Mengenai orang-orang seperti itu, Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s. pun telah menjelaskannya, yakni apabila datang seorang tamu kepadanya, cepat dia menghidangkan makanan bagi tamunya itu sambil berkata, “Silakan makan! Saya mohon maaf tiak bisa ikut makan [karena] sedang berhalangan.”

Atau apabila bertamu ke rumah orang, ia datang tepat pada waktu orang itu sedang makan, dia menolak diajak makan sambil berkata, “Tidak, tidak, saya tidak bisa makan-minum [karena] ada halangan!”

Yakni, dalam kata-kata yang tersembunyi itu, ada maksud untuk memberi tahu bahwa dia sedang berpuasa nafal.

Dan ada beberapa orang yang secara tidak perlu menyatakan kelebihan diri mereka dengan menceritakan panjangnya puasa yang dia lakukan, di musim panas waktu siang lebih panjang dari pada malam.

Bukan menceritakan panjangnya waktu puasa, namun ia menceritakan puasanya itu yang terlalu berlebihan.

Dan demi menimbulkan rasa belas kasih orang terhadap dirinya, mulailah menceritakan makan sahurnya atau buka puasanya juga tidak banyak hanya sedikit saja.

Memang, secara spontan seseorang tiba-tiba bercakap tentang itu tanpa dibuat-buat. Namun banyak juga yang secara khusus bercakap demikian dengan tujuan agar pentingnya puasa dan kurangnya makan yang dia lakukan, menimbulkan kesan ajaib bagi orang lain yang mendengarnya.

Bahkan banyak juga dari antara orang-orang yang menganggap diri ulama yang mengurangi makan demi menyatakan diri mereka sedih dan prihatin terhadap agama.

Seorang teman non Ahmadi menceritakan sebuah kejadian tentang seseorang yang menganggap dirinya ulama, pandai berpidato, lebih-lebih lagi jika ia berpidato menentang jemaah Aḥmadiyyah, sangat keras dan menakutkan.

Dia pergi ke rumah salah seorang dari muridnya, yakni non Ahmadi itu. Muridnya ini sangat hormat kepadanya dan sebuah sarapan pagi mewah terdiri dari daging-daging ayam panggang dan lauk pauk lainnya lagi telah disediakan baginya.

Pada waktu itu ia telah menghabiskan tiga ekor ayam panggang. Setelah sarapan ia pergi ke sebuah tempat di mana telah dipersiapkan untuk mengadakan pertemuan (jalsah).

Di sana ia mulai berpidato. Demi memberi kesan terhadap para hadirin, dalam pembukaan pidatonya ia berkata, “Demi rasa prihatin terhadap umat, saya sebagai khadim agama, tidak sampai hati makan walaupun sebutir nasi semenjak pagi hari ini!”

Teman non Ahmadi itu dengan keheranan berkata, “Saya sedang hadir duduk paling depan di hadapannya. Ia berkata, dari pagi sebutir nasipun ia tidak makan. Padahal, sebelum datang ke majelis ini, ia telah melahap tiga ekor panggang ayam sampai habis.”

Dari sisi lain, orang ‘alim itu memang berkata betul, bahwa ia belum makan sebutir nasi pun, ia makan hanya tiga ekor panggang ayam saja sampai habis.

Walhasil, banyak umat Islam yang berpuasa atau beribadah bukan karena untuk meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā melainkan hanya untuk pamer.

Dan Allāh Ta’ālā berfirman, “Tujuan setiap ibadah kalian harus taqwa. Jika ibadah-ibadah kalian hanya untuk pamer belaka, maka baik para pelaku ibadah terdahulu maupun para pelaku ibadah sekarang juga tidak akan mendapat ganjaran sedikitpun.

Jadi, jika kalian menzahirkan diri kalian berpuasa demi meluahkan kesan terhadap orang-orang duniawi, tentu merekapun akan terkesan oleh amal baik kalian itu, namun Allāh Ta’ālā tidak akan memberikan ganjaran kepada kalian.

Jika kalian menginginkan ganjaran puasa dari Allāh Ta’ālā, maka ganjaran itu tidak akan dapat diperoleh tanpa taqwa.

Dan mengenai taqwa hanya Allāh Ta’ālā yang dapat memberi keputusan, siapa orang yang berjalan di atas landasan taqwa dan siapa yang tidak.

Jadi, jika seorang mukmin berpikir pada taraf demikian dan akan berusaha menunaikan puasa Ramaḍān, maka puasa itu mungkin akan menjadi sarana untuk meraih keriḍaan Tuhan; puasa ini akan menjadi sarana bagi tazkiyah-i- nafs (penyucian jiwa); puasa ini akan menjadi sarana untuk terus melanjutkan amal-amal baik di masa datang; puasa orang itu akan termasuk puasa orang-orang yang telah dijanjikan oleh Ḥaḍrat Rasūlu'l-Lāh saw. bahwa, “Barangsiapa yang berpuasa Ramaḍān karena iman sambil mengoreksi diri pribadinya, maka semua dosa-dosa yang dia lakukan sebelumnya akan diampuni oleh Allāh Ta’ālā.”

Dan Allāh Ta’ālā telah berfirman pula, “Orang yang berpuasa Ramaḍān karena Aku, maka Aku sendiri akan menjadi ganjaran baginya.”

Yakni, orang yang berpuasa demi meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā, maka ganjaran baginya hanya Tuhan Yang Mahatahu, Dia akan memberi ganjaran tidak terhitung banyaknya.

Jadi, ibadah puasa seperti itulah yang harus kita lakukan, bukan puasa sebagai adat kebiasaan, bukan puasa dengan hanya menahan lapar dan dahaga dari pagi sampai petang hari, melainkan puasa untuk mencari taqwa, sehingga dapat meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā.

Puasa yang bisa menjadi perisai atau pelindung iman kita. Puasa yang dapat mencegah kita dari setiap keburukan dan pembuka jalan bagi setiap kebaikan bagi kita.

Puasa yang bukan hanya membuat lapar, melainkan puasa yang dihiasi dengan zikir Ilahi dan ibadah-ibadah nawafil.

Ḥaḍrat Rasūlu'l-Lāh saw. sangat mementingkan ibadah-ibadah nawafil pada waktu malam hari sepanjang bulan Ramaḍān.

Beliau saw. bersabda, “Barangsiapa yang bangun malam hari sepanjang bulan Ramaḍān untuk menunaikan salat Tahajjud, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allāh Ta’ālā.”

Puasa bukan hanya untuk mencegah keburukan-keburukan dan membuka jalan kebaikan, melainkan untuk menyelamatkan diri dari kejahatan duniawi dan membuka jalan-jalan keselamatan juga.

Umpamanya sekarang, telah diakui oleh para dokter dan para ilmuwan bahwa setahun sekali diet atau mengontrol makan dan minum berguna sekali bagi kesehatan manusia.

Itulah salah satu faedah dari puasa bagi kesehatan badan manusia. Maka niat puasa yang dilakukan demi meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā itu, dengan sendirinya timbul juga faedahnya bagi kesehatan jasmani manusia.

Selain dari itu, banyak juga faedah yang lainnya. Puasa yang dilakukan demi meraih taqwa, kegiatan Ramaḍān yang dilakukan untuk meraih taqwa, menjadi sarana bagi keindahan lingkungan masyarakat juga, dan menciptakan semangat berkurban satu dengan lainnya di kalangan masyarakat, menciptakan pemikiran untuk memenuhi keperluan orang-orang miskin dan tidak mampu.

Dan hal itu sangat penting sekali sebab uswah hasanah Ḥaḍrat Rasūlu'l-Lāh saw. terbentang di hadapan kita.

Kita dapat menyaksikan melalui sejarah bahwa di dalam bulan Ramaḍān, keikhlasan sedekah Ḥaḍrat Rasūlu'l-Lāh saw. menunjukkan sangat deras sekali laksana angin taufan.

Maka menjadi kewajiban setiap orang mukmin juga untuk mengamalkan sunnah Hadhrat Rasulullah saw itu.

Sesungguhnya, hal itu menjadi sarana bagi menjauhkan kegelisahan dan kecemasan di dalam masyarakat.

Menjadi sarana timbulnya perasaan dan semangat persaudaraan di dalam hati orang mukmin terhadap saudara-saudara mukmin yang lemah dan miskin, yang memenuhi hak-hak puasa dan juga memenuhi hak-hak sesama manusia.

Puasa juga dapat menjadi sarana bagi timbulnya rasa syukur dan cinta-kasih terhadap sesama yang lain.

Apabila puasa dilakukan untuk meraih taqwa dan untuk meraih keriḍaan Allāh Ta’ālā dapat menciptakan kemampuan yang kuat untuk menghadapi setiap kesukaran.

Kadar makan hanya sedikit di waktu sahur dan di waktu berbuka puasa bukan untuk dizahirkan kepada orang lain, melainkan tujuannya agar dengan mengurangi kadar makanan itu timbul konsentrasi untuk mensucikan nafs atau jiwa manusia.

Jadi, manusia yang dalam keraguan, dengan mengurangi kadar makanan takut jasmaninya menjadi lemah, mereka makan sahur sampai kenyang melampaui batas, bagi mereka itu juga menjadi pelajaran, mereka harus menjaga batas makanan.

Dalam kesempatan yang di luar keperluan, Ḥaḍrat Rasūlu'l-Lāh saw. di mana terdapat kemungkinan timbul bahaya kerusuhan atau pertengkaran, kemungkinan timbul perkelahian, memberi nasihat kepada orang-orang berpuasa agar berkata, “Innī ṣaimun! (Aku sedang berpuasa!)”

Di dalam sabda ini, beliau saw. telah menunjukkan jalan untuk meraih taqwa. Di dalam sabda itu terdapat petunjuk untuk bertaqwa.

Untuk menyempurnakan hak-hak ibadah puasa dan untuk meraih taqwa perlu sekali mengendalikan perasaan marah, agar dapat menyelamatkan diri dari pertengkaran demi tujuan puasa menjadi sempurna.

Manusia harus menjaga diri dari perbuatan ghibat agar tujuan berpuasa menjadi sempurna.

Manusia harus menjaga diri dari berkata dusta dan kesaksian palsu, agar tujuan puasa menjadi sempurna.

Jadi, orang berpuasa harus menjaga mulutnya dari perkataan yang tidak benar. Kebiasaan mengendalikan lidah dan menahan dari penggunaannya yang tidak benar selama satu bulan, sangat diperlukan untuk meraih taqwa, dan menjadi sarana untuk menghindarkan diri dari dosa serta kelalaian dalam menjalani kehidupan di masa mendatang, dan menjadi adat kebiasaan yang terus-menerus untuk menghindarkan diri dari segala jenis keburukan, sehingga secara terus-menerus menjadi terbiasa melangkah di atas jalan taqwa.

Dalam kata lain, menciptakan adat kebiasaan seperti itulah maksud utama dari puasa di bulan Ramaḍān ini.

Jika tidak, dalam tempo setahun hanya sebulan saja melakukan amal-amal saleh dan berusaha mematuhi semua perintah Allāh Ta’ālā di dalam bulan Ramaḍān ini, maka selama sebelas bulan lainnya, i.e. kehendak nafsu pribadi, pengaruh duniawi, dan terlibat di dalam keburukan, tidak akan menghasilkan suatu maksud apa pun.

Di dalam bulan Ramaḍān ini, setiap orang harus: mengadakan koreksi terhadap diri pribadinya dan harus mencari intisari puasa dan rahasia bulan Ramaḍān; mencari jalan-jalan untuk meningkatkan mutu taqwa; dan dengan pengalaman-pengalaman itu semua harus berusaha menciptakan perubahan besar di dalam akhlak masing-masing.

Perhatian terhadap pelaksanaan hak-hak sesama manusia dan perhatian terhadap usaha menolong orang-orang miskin harus dilaksanakan secara dawam.

Maka, di dalam bulan Ramaḍān semangat ibadah dan semangat berkurban yang timbul secara khusus harus dijadikan amalan secara tetap sepanjang kehidupan kita, agar kita termasuk kelompok orang-orang yang maju di dalam taqwa.

Di dalam bulan Ramaḍān ini sedapat mungkin kita harus berusaha sepenuh kemampuan untuk mencari qurub dan keriḍaan Allāh Ta’ālā.

Semata-mata iḥsan Allāh Ta’ālā terhadap kita bahwa di dalam Ramaḍān ini, Dia membuka pintu-pintu surga, menutup pintu-pintu neraka bagi kita.

Kita harus berusaha keras di dalam bulan Ramaḍān ini untuk menunaikan ibadah-ibadah kepada Tuhan untuk meraih kesucian jiwa dan melalui pelaksanaan hak-hak sesama manusia untuk memasuki surga yang pintu-pintunya selalu terbuka untuk selama-lamanya.

Bersujudlah di hadapan Allāh Ta’ālā sambil bertobah dan membaca istighfar sebanyak-banyaknya supaya kita dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang yang tobatnya menggembirakan Tuhan lebih dari kegembiraan seorang ibu yang telah menemukan kembali anaknya yang hilang.

Semoga Allāh Ta’ālā memberi taufiq kepada kita semua untuk dapat meraih kasih sayang Tuhan.

Dan semoga kita menjadi orang-orang yang membuat Allāh Ta’ālā gembira lebih dari kegembiraan seorang ibu yang telah menemukan kembali anaknya yang hilang.

Akan tetapi, sebagaimana telah berulangkali dijelaskan bahwa, untuk membuat Allāh Ta’ālā gembira, kita harus berusaha meningkatkan mutu ibadah-ibadah, baik yang sifatnya farḍu maupun nafal, sambil berjalan di atas landasan taqwa, dan memenuhi hak-hak sesama manusia.

Semoga Allāh Ta’ālā, semata-mata dengan karunia-Nya, memberi taufiq kepada kita untuk meraih semua perkara itu di dalam bulan Ramaḍān ini. Āmīn…‼[]


--
Penerjemah: Maulana Hasan Basri/Singapura, 20 Juli 2013
Penyunting ulang: Rahmat Ali/Kebayoran, 24 Juli 2013

“Love for All, Hatred for None!”

22 July 2013

SUMMARY #FridaySermon Ḥaḍrat Khalīfatul Masīḥ V atba. tanggal 5 Juli 2013

Posted by at 7/22/2013 04:45:00 AM
USAI mengucap dua kalimah syahadat, ta‘awuḋ, dan tilawat QS Al-Fātiḥah, Ḥuḍūr atba. mengutip sebuah syair dari Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s.:
“Wahai Yang Maha Pemurah, bagaimana aku mengungkapkan rasa syukurku yang mendalam kepada-Mu. Dari mana aku mendapatkan kefasihan yang dapat menyampaikan rasa syukurku yang mendalam dengan semestinya.”
Adalah tidak mungkin bersyukur kepada Tuhan atas karunia-karunia dan ihsan-ihsan-Nya.
Baru-baru ini Ḥuḍūr atba. melakukan perjalanan ke dan menghadiri Jalsah Salanah di Jerman. Ḥuḍūr atba. merasakan begitu banyak rahmat dan karunia Ilahi yang semakin memperkuat keyakinan bahwa memang Tuhan setiap hari menyempurnakan janji-janji yang Dia berikan kepada Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s. dengan keagungannya yang baru.
Amir Nasional Jerman mengatakan bahwa apa pun yang ia lihat melampaui harapannya dan rekan-rekannya.
Rakyat Jerman serta pers Jerman menunjukkan minat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ada perhatian luar biasa yang ditunjukkan oleh masyarakat setempat, pemerintah, dan bahkan pendeta Kristen pada peresmian masjid dan upacara peletakan batu pertama mesjid.
Rahmat Allāh selama Jalsah juga dirasakan lebih dari sebelumnya.
Ḥuḍūr atba. mengucapkan terima kasih kepada para pekerja Jalsah.
Perjalanan Ḥuḍūr atba. ke Jerman adalah perjalanan sepuluh hari yang singkat, di dalamnya dua masjid diresmikan, dan peletakan batu pertama untuk dua buah masjid dilakukan, beserta resepsinya yang sangat sukses dan membantu dalam menenangkan keberatan orang-orang terhadap masjid.
Batu pondasi telah diletakkan untuk masjid Subhan di Morfelden, dan masjid Baitul Ata di Florsheim diresmikan.
Baitul Ata telah dipugar menjadi masjid dari bangunan yang sudah ada.
Anggota Jemaat melakukan wikari amal selama tujuh ribu jam untuk mengubah masjid ini.
Baitur Rahim di Neuweid adalah masjid lain yang diresmikan, sementara Batu pondasi telah diletakkan untuk Baitul Hameed di Fulda.
Program-program ini dihadiri oleh walikota, pejabat, pemimpin politik dan agama setempat.
Pada peresmian masjid Baitul Ata di Florsheim am Main, sekretaris negara distrik Hesse mengatakan bahwa ia juga telah menghadiri peresmian Jamiah Ahmadiyah.
Dia menyampaikan tentang ajaran Jemaat serta sikap para Ahmadi.
Ia berterima kasih kepada program Jemaat yang menggambarkan citra positif Islam seperti perjalanan amal, membersihkan jalan-jalan dan lain-lain.
270 tamu Jerman menghadiri peresmian masjid ini yang termasuk di dalamnya ada empat walikota, sekretaris negara, politisi, anggota parlemen nasional, pendeta, seorang komisaris polisi, dan para perwakilan dari dewan kota.
Pada upacara peletakan batu pertama mesjid Baitul Hameed, anggota pertama dewan kota mengatakan bahwa Ahmadiyah adalah bagian dari kota Fulda.
Ia mengatakan bahwa ia tahu tentang kegiatan kita dan merasa bahwa membangun sebuah masjid di Fulda adalah tanda bahwa kita ingin terlibat dengan masalah-masalah sipil kota.
Dia mengatakan bahwa tidak hanya ia mendengar kata-kata positif dari para Ahmadi tapi kata-kata ini didukung dengan tindakan, dan bahwa para Ahmadi adalah warga negara yang taat hukum.

Seorang tamu lokal berusia 81 tahun mengatakan bahwa ia mungkin tidak akan melihat di masa hidupnya pemenuhan hal-hal yang Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ katakan dalam pidato beliau, tetapi dunia akan menerima pesan dari pendiri Jemaat Ahmadiyah melalui beliau.
Tamu tersebut kembali keesokan harinya dan mengatakan bahwa dalam hatinya ia telah menemukan kebenaran agama.
Dia meminta diajarkan ṣalāt sehingga ia bisa berdoa.
Presiden dewan distrik mengungkapkan keinginannya supaya Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ mengunjungi kantor pusat mereka.
Dia mengatakan orang berpendapat bahwa pidato Ḥuḍūr yang berpikiran terbuka, mencerahkan intelektual serta menggerakkan hati.
Sadr Lokal melaporkan bahwa orang terus-menerus datang untuk melihat masjid tersebut.
Lebih dari lima ratus pengunjung telah datang dan mereka telah menunjukkan minat yang besar terhadap ajaran Islam.
Seorang tamu wanita berkata bahwa ia senang bahwa pidato Hadhrat Khalifatul Masih sesuai dengan Kristen.
Dia merasa ada lebih banyak persamaan dan lebih sedikit perbedaan antara agama-agama.
Tamu lain mengatakan bahwa Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ juga menyampaikan pesan bahwa Islam adalah agama damai di kesempatan sebelumnya dan ini adalah pesan yang sangat penting yang terus beliau ulangi.
Tamu lain mengatakan bahwa ia senang mendengar kata cinta sering disebutkan di acara tersebut.
Ia mengatakan bahwa ia adalah seorang Protestan aktif dan kata cinta juga sangat penting untuk dia tapi mungkin dia tidak mendengarnya lagi di gerejanya sesering ia dengar di sini.
Dia bilang dia merasakan cinta yang besar dalam kesempatan tersebut. Dia merasa orang-orang yang memiliki kesalahpahaman tentang Islam biasanya bahkan tidak kenal seorang muslimpun.
Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ diwawancarai oleh TV dan surat kabar. Keseluruhan tiga puluh surat kabar, tiga stasiun radio dan lima saluran TV memberikan liputan untuk acara ini.
Jemaat diliput oleh saluran nasional Jerman untuk pertama kalinya.
Pesan kita menjangkau sekitar 1,2 juta orang sedangkan Jemaat diperkenalkan melalui TV nasional yang juga menyiarkan foto Ḥuḍūr atba..
Saluran lain yang juga ditonton di Swiss dan Austria juga menyiarkan berita Jalsah.
Hasilnya, pesan kita menjangkau tiga negara, yang Jemaat Jerman tidak memperkirakannya.

Sebuah surat kabar melaporkan bahwa Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ bersabda bahwa tempat di mana barang-barang dulunya dibeli dengan uang—bangunan yang diubah jadi mesjid itu dulunya took—sebagai masjid membagi-bagikan keruhanian secara gratis.
Jemaat kini telah memperoleh kedudukan di Jerman, yang dengan itu Jemaat dapat memiliki sekolahnya sendiri dan mendapatkan bantuan dari Pemerintah.
Namun, Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ menegaskan bahwa Jemaat adalah swadana, anggotanya paling semangat berkorban dan membangun masjid. Kita tidak perlu meminta bantuan apapun dari Pemerintah.
Seorang tamu mencatat bahwa ikatan kecintaan antara anggota Jemaat dan Khalīfatu'l-Masīḥ tak ada bandingannya dan menyaksikan ikatan ini dari dekat adalah pengalaman yang tak terlupakan.
Memang, banyak yang telah mengamati hal ini dan mengungkapkannya.
Pesan Ḥuḍūr—bahwa ajaran Islam dan Jemaat adalah menghormati semua agama dan bahwa masjid baru akan mewakili ajaran ini—disorot di media, terutama pada situs web.
Dengan rahmat Tuhan, jalsah salanah Jerman tahun ini dihadiri oleh para mubayyi‘īn baru dan teman-teman yang sedang ditablighi dan simpatisan dari Perancis dan Belgia serta dari Malta, Estonia, Islandia, Lithuania, Lapar, Latvia, Russia, Tajikistan, Kirgizstan, Kosovo, Albania, Bulgaria, dan Maçedonia.
Delegasi dari Bulgaria, delapanpuluh orang, sedangkan limapuluh tiga orang berasal dari Maçedonia.
Setiap orang, termasuk orang luar, tergerak oleh suasana kerohanian jalsah salanah.
Jalsah Jerman menduduki peran sentral untuk Eropa Timur dan negara-negara Eropa lainnya.
Dengan demikian, lapangan Tabligh menjadi semakin luas.
Seperti biasa, para tamu terkesan oleh anak-anak yang menyediakan air minum, perhatian dari orang-orang dewasa dan pengaturan secara umum yang baik. Beberapa orang mengatakan itu semua itu tampak ajaib bagi mereka.

Seorang wanita Kristen tamu dari Maçedonia, yang adalah seorang profesor bahasa Inggris, mengatakan bahwa ini adalah kunjungan pertamanya dan dia mendapati jalsah sangat terorganisir.
Dia merasa bahwa semua orang termasuk anak-anak, saling membantu, dan ini memberikan kesan kepadanya bahwa Jemaat memiliki kedudukan yang sangat tinggi.
Dia memahami ajaran damai Islam setelah mendengarkan pidato Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ dan merasa bahwa jalsah telah membawa perubahan dalam dirinya.

Seorang dokter dari Maçedonia mengatakan bahwa ia terkesan memperhatikan suasana jalsah yang multinasional namun tidak diskriminatif.
Ketika mendengarkan pidato jalsah, ia merasa telah menemukan tempat yang sebenarnya.
Ia baiat pada hari terakhir jalsah.
Ia mengatakan bahwa dia telah pergi haji tetapi mendapati suasana di sana bernuansa politik dan hatinya tidak puas.
Ia menghargai perbaikan seperti yang ditunjukkan oleh Jemaat dan merasa bahwa Jemaat memperkuat Islam.
Ia mengatakan sekarang dia telah menerima Ahmadiyah dan baginya itu adalah ṣirāṭa'l-mustaqīm (jalan yang lurus).
Ia merasa kagum bahwa tidak ada polisi yang datang dalam pertemuan yang demikian besar.
Memang pemerintah merasa yakin untuk tidak mengirimkan polisi dalam pertemuan ini.
Ia belum pernah mendengar hal-hal seperti yang dijelaskan oleh Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ dari para mullah-atau-ulama-manapun.
Ia bangga menjadi bagian dari Jemaat.
Ia mengatakan ketika ia mengetahui bahwa Jemaat memiliki seorang khalifah, ia merasa telah menemukan jalannya.

Seorang pria muda, seorang mubayi’in baru dari Maçedonia yang berasal dari keluarga muslim yang sangat ortodoks, ditentang keras ketika ia menerima Ahmadiyah.
Ia harus meninggalkan rumah selama enam bulan, kemudian istrinya juga baiat.
Ia menghadiri Jalsah Salanah dan meminta izin untuk membacakan sebuah syair yang ditulis oleh orang-orang dari Maçedonia. Ḥuḍūr atba. memberinya izin.
Puisinya menciptakan suasana yang menakjubkan, mungkin MTA akan menyiarkannya. Dia memiliki suara yang bagus dan anak-anak bergabung dengannya dalam menyanyikan syair itu.
Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ berkata kepada panitia [jalsah] Jerman bahwa mereka hendaknya mengizinkan orang membaca syair mereka bukan hanya membaca syair dalam bahasa Urdu.
Lajnah Imaillah juga mengeluhkan bahwa mereka tidak memiliki syair Jerman dan hanya syair Urdu yang dibacakan.
Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ mengatakan, perhatian harus diberikan kepada hal ini.

Seorang kawan dari Belgia mengatakan bahwa ia tergerak oleh persatuan dan persaudaraan dalam Jemaat dan pengkhidmatan mereka kepada umat manusia.
Ia telah meneliti Jemaat selama dua tahun.
Ketika mendengar pidato Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ di jalsah, ia merasakan perubahan dalam dirinya.
Ia memutuskan untuk baiat, yang dia lakukan.
Seorang pemuda dari Ghana yang sedang ditablighi datang ke Jalsah.
Hatinya sudah jelas tentang Aḥmadiyyah.
Tapi ia merasa ia tidak bisa baiat dulu karena beberapa kesulitan.
Ketika ia kembali pada malam harinya, ia penuh semangat.
Ia mengatakan bahwa ia telah mendengar pidato Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ.
Sekarang, tidak ada alasan mengapa ia tidak menjadi seorang Ahmadi. Ia kemudian baiat.

Seorang kawan kristiani mengatakan bahwa ia sangat senang mendengar pidato Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ.
Karena beliau menjelaskan ajaran Islam dengan singkat namun sangat jelas.
Ia mengatakan ia ingin mendengar kejelasan semacam itu dari Kristen.
Ia merasa bahwa hanya beberapa orang yang kadang-kadang berbicara dengan jelas seperti itu.
Seorang tamu perempuan berkata bahwa dia telah belajar banyak hal baru di Jalsah.
Ia terkesan dengan pidato Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ.
Ḥuḍūr atba. telah menjelaskan hal-hal yang kompleks dengan cara indah.
Hal yang bisa dilakukan para teolog dengan menulis banyak buku untuk menjelaskannya.

Seorang Ahmadi bercerita, seorang pemuda Jerman datang kepadanya dan mengatakan bahwa ia dulu adalah seorang Kristen.
Selama percakapan, ia mengucapkan nama Rasūlu'l-Lāh saw. dengan penuh penghormatan.
Ia mengatakan sudah waktunya untuk ṣalāt, ia telah mengambil wuḍu dan berharap untuk ṣalāt di belakang Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ.
Dikatakannya, ia diperkenalkan kepada jemaat Aḥmadiyyah enam bulan lalu. Dia telah membaca buku Riwayat Hidup Rasulullah saw..
Ketika ia berbicara kepada pendetanya tidak bisa menjawabnya secara memuaskan.
Jadi pemuda ini mengatakan ia telah meninggalkan Kristen dan sangat cenderung kepada Islam.
Ia memohon doa supaya sisa hambatannya disingkirkan.

Ada seorang guru bahasa Jerman berasal dari Lithuania. Ia sangat terkesan dengan jalsah.
Inilah perkenalan pertamanya dengan Jemaat dan semua pandangan negatifnya tentang Islam telah benar-benar berubah.
Dia mendapat kesempatan untuk secara pribadi bertanya kepada Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ mengapa di Jalsah itu adalah takbir yang diucapkan bukan bertepuk tangan.
Ia mengatakan ia diberi jawaban yang paling elegan, walaupun bertepuk tangan memang merupakan ekspresi sukacita.
Tetapi takbir memiliki unsur sukacita serta pujian kepada Tuhan.

Ada seorang pendeta Kristen yang mengajar filsafat di University of Malta.
Ia telah membaca beberapa buku Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s.. Ia memiliki kesan yang sangat positif dari Jalsah tersebut.
Ia mengatakan ia benar-benar percaya bahwa Ahmadiyah adalah Jemaat yang damai.
Ia membeli sebuah cincin dengan ukiran “Alaisa'l-Lāhu…” dan bertanya apa artinya.
Setelah dijelaskan kepadanya, dia mengatakan, kalimat seperti itu harus selalu dipegang oleh orang.
Ia bertanya apakah Paus telah dihubungi oleh Jemaat.
Ketika ia diberitahu bahwa Hadhrat Khalifatul Masih telah menulis surat kepadanya yang diserahkan secara langsung.
Tapi Paus bahkan tidak membalasnya. Tamu tersebut tampak agak kecewa.
Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ memberikan pemahaman sejarah mengenai masalah menghubungi Paus.
Ketika Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ II r.a. pergi ke Italia selama tur Eropa beliau mencoba menghubungi Paus.
Tanggapan datang bahwa istana Vatikan sedang direnovasi sehingga sulit mengadakan pertemuan.
Ketika Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ II ra. ditanya oleh pers apakan beliau akan bertemu Paus, beliau menceritakan situasinya kepada mereka.
Pers memberitakan dengan sepatutnya—dengan catatan di akhir, bahwa diharapkan untuk menghindari pertemuan dengan khalifah Aḥmadiyyah.
Renovasi istana kepausan tidak akan pernah selesai.

Seorang Ahmadi dari Kirgistan mengatakan, ia baiat pada tahun 2007. Kirgistan belum memiliki masjid di sana.
Ahmadi itu mendapat taufik untuk mengerjakan ṣalāt pada masjid Aḥmadiyyah di Jerman.
Saat ia datang untuk menghadiri Jalsah, ia telah memenuhi harapan besarnya agar bisa ṣalāt.
Seseorang asal Niger, tinggal di Belgia, mengatakan, ia telah mendengar banyak pidato para pemimpin agama di Afrika.
Efek dan manfaat yang dirasa dari mendengarkan pidato Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ pada jalsah, baru kali itu terjadi.

Seorang teman dari Maroko mengatakan bahwa ia telah membaca banyak tafsir Al-Qur'ān oleh banyak ulama Muslim lainnya.
Tetapi, tafsir Al-Qur'ān dari Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s. dan para khalifah beliau ‘lah tafsir yang ṣaḥīh dan benar.
Ia telah menerima Aḥmadiyyah sebelumnya dan keluarganya bergabung dengannya di dalam menerima Aḥmadiyyah pada saat jalsah.

Seorang kawan muslim dari Niger, ia sering bertanya-tanya, jika ada nabi Allāh yang tetap hidup, seharusnya adalah Ḥaḍrat Rasūlu'l-Lāh saw., bukan Isa a.s..
Saat ia tiba di Belgia dan bertemu para Ahmadi, ia menemukan jawabannya. Dia juga cepat memahami masalah berkat-berkat Khilafat.
Dia mengatakan bahwa dia menghargai bahwa masalah apa pun yang Jemaat sampaikan, itu dengan mengacu pada Al-Qur'ān atau ḥadīṡ.
Ia baiat pada hari terakhir Jalsah.

Seorang teman dari Kirgizstan, ia sering bertanya-tanya, apakah ia pernah akan bertemu dengan khalifahdi zaman ini.
Kini, ia telah bertemu dengan Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ. Keimanannya menjadi lebih kuat.
Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ bersabda, doa harus dipanjatkan untuk Ahmadiyah Kirgizstan. Mereka menghadapi kesulitan besar.
Semoga Tuhan memberikan pengertian dan teguran kepada para mullah, yang dengan namanya telah menciptakan kekacauan di sana.

Seorang mubayyi‘īn baru Libanon mengatakan bahwa suatu kali anaknya yang berumur tiga belas tahun bertanya tentang Akhir Zaman.
Sang ayah mengatakan kepadanya, akhir zaman adalah ratusan tahun ke depan.
Sang putra membantahnya dan mengatakan bahwa sebenarnya kita sedang menjalani akhir zaman.
Dia juga mengatakan kepada ayahnya bahwa Dajjal bukanlah nama orang, melainkan suatu kaum.
Sang ayah bertanya bagaimana dia mengetahui hal ini.
Si anak menjawab, suatu kali ia memindah-mindah channel, ia menemukan MTA di Jerman dan sekarang dia menyaksikan secara teratur.
Karena ayahnya tidak tahu Jerman, si anak mulai menjelaskan kepada ayahnya apa yang disampaikan di MTA.
Suatu hari sang ayah marah dan memperingatkan anaknya untuk tidak menonton MTA meski jauh di lubuk hatinya merasa pesan itu benar.
Kemudian, si ayah bertemu dua orang Ahmadi dan mendapati bahwa anaknya selama ini benar. Ia baiat.

Seorang teman dari Bosnia mengatakan, ia sangat tersentuh oleh Jalsah.
Ia memohon doa supaya ia terus merasakan pengaruhnya saat kembali ke rumah.

Seorang teman dari Kirgistan, yang kehadirannya Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ perhatikan di jalsah, telah baiat beberapa waktu lalu.
Ia telah naik haji dan dengan penuh kasih memberitahu Ḥaḍrat bahwa ia telah membawa air zamzam dari haji.
Ia berpikir untuk memberikannya kepada Ḥaḍrat Khalīfatu'l-Masīḥ jika bermulaqat.
Demikianlah, ia menyatakan kecintaannya dan memberikan air itu kepada Ḥuḍūr atba..

Seorang teman dari Aljazair mengatakan, ia pernah melihat dua orang yang bertabligh.
Ia mendengar, mereka menyebutkan kedatangan Imam Mahdi.
Dia sangat marah mendengarnya dan merasa bahwa orang-orang itu telah mengotori atmosfer.
Di hari-hari awal percakapan, ia hanya mengolok-olok mereka.
Namun, ia merasa bahwa mereka mendukung setiap argumen dengan bukti yang kuat.
Dia menghubungi saluran televisi Arab yang sangat terkenal. Ia bertanya kepada mereka tentang jemaah Aḥmadiyyah.
Ia diberitahu bahwa stasiun televisi akan meneleponnya sebagai ganti.
Ketika ditelepon, mereka mengatakan bahwa para Ahmadi adalah kafir dan harus dihindari.
Stasiun TV menelponnya setiap hari menekankan kekafiran para Ahmadi.
Namun, ketika ia mendengarkan orang-orang Ahmadi, ia merasa mereka jujur, tetapi menjadi ragu ketika ia mendengarkan para mullah.
Dia terus membaca mengenai masalah tersebut dan akhirnya kebenaran menjadi jelas baginya.
Ia tiba di jalsah dan melihat orang-orang dari semua bangsa.
Ia piker, bagaimana mungkin bahwa mereka semua adalah pendusta dan ia sendiri yang benar.
Dia merasakan ketenangan di dalam berpikir. Ia baiat.

Seorang teman dari Niger mengatakan bahwa menghadiri jalsah telah benar-benar mengubah hidupnya.
Dia bukan seorang non Ahmadi. Tapi kini, ia adalah Ahmadi.
Ia merasa bangga bahwa ia telah baiat dan bergabung dengan Jemaat.

Seorang teman dari Bosnia mengatakan sebelum menerima Ahmadiyah mereka terlibat dalam setiap dosa.
Mereka telah merasakan perubahan suci setelah datang ke jalsah dan sekarang ingin menjalani hidup yang bersih.
Mereka memohon doa yang sangat mengharukan mengenai hal ini.

Seorang pemuda Turki yang menghadiri Jalsah merasa bahwa ia belum siap untuk baiat pada hari ketiga.
Namun, ketika tiba saatnya untuk baiat, ia ingin baiat, dan menangis sepanjang acara.
Ia mengatakan kekuatan gaib telah memasukkan dia di antara mereka yang mengambil baiat.

Seorang teman dari Niger mengatakan bahwa sebelum Jalsah ia bahkan tidak memikirkan Baiat.
Tetapi, ketika ia melihat kecintaan para Ahmadi kepada khalifah mereka, ia memutuskan untuk baiat.

67 orang dari enam belas negara telah baiat pada acara jalsah Jerman tahun ini.

Dalam masalah manajemen, tahun ini, mobil van MTA diparkir di luar ruangan dan ruang penerjemah juga terletak di luar.
Akibatnya beberapa transmisi terjemahan mengalami gangguan.
Semoga hal ini akan diperbaiki.
Demikian pula, beberapa terjemahan tidak tersedia di bagian wanita sehingga mereka harus datang ke ruang pria.
Dewasa ini, fasilitas tersedia di mana perangkat bergerak digunakan untuk mendengarkan terjemahan, demikianlah di Jemaat Inggris.
Sound system lebih baik tapi masih ada beberapa resonansi dan Hadhrat Khalifatul Masih bisa mendengar suaranya menggema.
Ada beberapa kekeliruan, upaya harus dilakukan untuk mengeliminirnya.

Dengan kasih-dan-karunia Allāh, ada 3100 laki-laki dan 3700 perempuan sukarelawan di jalsah.
Lebih dari 100 khuddam per hari bekerja selama empatbelas jam untuk mempersiapkan lokasi.
Departemen ḍiafat bekerja lebih baik dari sebelumnya, air tersedia di meja makanan.
Ini memang perintah dari Nabi saw. untuk mencuci tangan ketika makan.
Kualitas roti juga lebih baik, Ḥuḍūr mencicipinya dan menunggu untuk mendengar apa yang dipikirkan peserta jalsah.
Kebersihan juga ditingkatkan begitu juga sistem scanning.
Pria, tua, dan muda serta wanita dan anak perempuan melayani tamu Ḥaḍrat Masīḥ Mau’ūd a.s. di jalsah.
Semoga Allah memberikan ganjaran kepada mereka dan terus memberi taufik kepada mereka untuk berkhidmat dan meningkatkan ketulusan mereka.

Ḥuḍūr atba. berikutnya bersabda bahwa jalsah salanah Kanada, Belgia, dan Irlandia mulai tanggal 5 Juli itu.
Semoga, Tuhan memberi taufik kepada mereka untuk berpartisipasi dengan semangat sejati Jalsah.
Semoga Jalsah ini berakhir dengan aman.
Demikian pula, tanggal 5 Juli itu, jamboree atau ijtima khuddam nasional Inggris dimulai.
Semoga Tuhan memberi taufik kepada para pemuda untuk memenuhi tujuan ijtima dalam arti yang sesungguhnya.
Setiap khudam dan anggota Jemaat harus ingat bahwa tujuan ijtima dan jalsa adalah untuk meraih keridhaan Allāh.
Tujuan ijtima dan jalsa adalah untuk meningkatkan kondisi kerohanian serta akhlak seseorang.
Perhatian khusus harus diberikan pada hal ini.[] (Alislam.org)


Penerjemah: Mln. Fadhal Ahmad Nuruddin
Editor: Dildaar Ahmad, Editor Khotbah Jumat Jemaat Indonesia
Penyunting ulang: Rahmat Ali

20 July 2013

beberapa ebook #IslamAhmadiyya pilihan

Posted by at 7/20/2013 11:05:00 AM
السّلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Dengan hormat.

Daftar ini akan di-update terus. Mohon doanya ya dan terima kasih atas support Anda selama ini, baik secara materiil dan moril.

Ucapan «terima kasih atas-segala-kebaikannya-secara-langsung-maupun-tidak-langsung» yang teramat khusus kepada: Mamanda sayang Rabwatin Ilyas-Abdurrahim, Ayahanda sayang Abdurrahim Abdullah Daeng Patunru, adik saya tersayang-adinda Sajidah, mas Darisman Broto, bung Mirza Basyiruddin (adiknya Mirza "Opik" Taufik Ahmad), dan muballigh Maulana Muhammad "Uya" Yaqub Suriadi. :-)
  1. Ada banyak ebook yang bisa ditengok di: ALISLAM.org.
  2. Mia Abdul Hayye - Ahmadiyah dan InggrisSCRIBD.com
  3. Mirzā Ghulām Aḥmad - Barakātu'd-Du’ā (Berkat-berkat Doa; Bahasa Indonesia). 4SHARED.com SCRIBD.com
  4. Mirzā Ghulām Aḥmad - Tajaliyyāt-i-Ilahiyyah (Penampakan Kebesaran Tuhan; Bahasa Indonesia). SCRIBD.com
  5. The Essences of Islam Jilid I (Bahasa Indonesia). 4SHARED.com SCRIBD.com
  6. The Essences of Islam Jilid II (Bahasa Indonesia). 4SHARED.com
  7. Mirzā Ṭāhir Aḥmad - Islam’s Response To Contemporary Issues (Bahasa Indonesia). 4SHARED.com SCRIBD.com
  8. Ahmadiyah Di Mata Cendikiawan; kumpulan tulisan cendikiawan tentang fenomena Ahmadiyah di media massa tahun 2010—2011. SCRIBD.com DROPBOX.com
جــزاكم الله أحسن الجــزآء . آمين
و السّلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Rahmat Ali

--
Gambar ilustrasi dari Smtmagazine.co.uk.

Update:
1. «10:47 16-Jul-2013»; 2. «19:49 17-Jul-2013»

 “Love for All, Hatred for None!”

16 July 2013

nilai-nilai keagamaan telah luntur

Posted by at 7/16/2013 05:00:00 AM
JIKA kita amati skenario kehidupan agama secara keseluruhan, kita bisa melihat adanya suatu situasi yang bersifat paradoksal saat ini. Secara umum, dapat dikatakan bahwa agama kehilangan panutan di satu sisi, tetapi pada saat yang sama terdapat peningkatan kekuatan di sisi lain.

Pada sebagian lapisan masyarakat, di hampir semua agama, muncul pengungkapan kembali dogma-dogma lama yang kaku dan munculnya rasa kurang toleransi terhadap mereka yang berbeda pendapat.

Di segi moral, dapat dikatakan agama mengalami kemunduran. Kejahatan merajalela, kebenaran telah hilang, keadilan telah pupus, tanggung jawab sosial kepada masyarakat diabaikan dan individualism yang egoistis merebak bahkan di negara-negara yang merasa dirinya penganut agama yang baik. Hal ini serta kejahatan sosial lainnya merupakan tanda-tanda dekadensi moral masyarakat yang menggejala secara umum. Bila kita sadari bahwa nilai-nilai moral keagamaan adalah unsur yang membentuk kehidupan dan jiwa dari agama itu sendiri, maka pengerdilan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan membawa kita pada kesimpulan bahwa jika memang ada kita melihat usaha pembangkitan kembali wujud jasmani dari agama, namun jiwa agama itu sendiri tambah mengabur dan mati.

Jadi, apa yang kita lihat dalam kehidupan beragama sekarang sebagai usaha pemberdayaan agama, sebenarnya tidak lebih dari menghidupkan bangkai mati. Orang-orang yang mempunyai kecenderungan agama akhirnya bosan karena melihat stagnasi atau ketiadaan perkembangan yang menarik hati. Mereka mengharapkan bisa melihat mukjizat-mukjizat yang ternyata tak kunjung tampak.

Mereka tidak melihat adanya fenomena bantuan samawi yang bisa mengubah kondisi dunia menurut selera mereka. Mereka menginginkan dapat melihat pemenuhan nubuwatan-nubuwatan yang dapat memberikan pembenaran pada keimanan mereka. Nyatanya, tidak ada suatu pun yang terwujud. Mereka inilah yang akhirnya menjadi pengikut kultus-kultus baru yang memanfaatkan frustrasi mereka itu.

Dorongan untuk melepaskan diri dari masa lalu menimbulkan keinginan untuk mengisi kekosongan jiwa mereka dengan sesuatu yang baru. Selain dari kecenderungan destruktif demikian, fenomena lain yang juga mungkin terkait dengan hidupnya kembali dogma-dogma agama, adalah ancaman pada perdamaian dunia. Dengan bangkitnya kembali dogma-dogma tersebut, muncul suasana beracun yang ternyata fatal bagi kelangsungan kemerdekaan dialog dan kebebasan arus berfikir.

Tidak hanya itu, ada pula rencana-rencana jahat para politisi yang mencoba memanfaatkan situasi gamang demikian bagi kepentingannya pribadi meskipun untuk itu ia harus mencoreng citra agama. Di samping itu, secara historis memang sudah ada kecemburuan dan perseteruan antar agama. Sekarang ini apa yang dikenal sebagai media “bebas” yang mestinya bisa memainkan peran netral dalam percaturan dunia, nyatanya dikendalikan oleh tangan-tangan tak kelihatan.

Dengan demikian, disuatu negeri dengan satu agama dominan, jika medianya ikut-ikutan memburuk-burukkan citra agama lainnya maka skenarionya menjadi sangat kompleks. Korban pertama dari pertarungan tersebut dengan sendirinya adalah agama. Saya sangat merisaukan apa yang sedang terjadi saat ini di lingkungan hidup keagamaan.

Sudah waktunya agama-agama yang ada untuk berupaya secara serius berusaha menghapuskan kesalahpahaman di antara mereka. Saya meyakini bahwa Islam mampu memberikan pemecahan yang bisa memuaskan sepenuhnya kebutuhan dan keinginan kita. Guna memudahkan pemahaman, saya akan memilah-milah masalah ini dalam beberapa bagian.

Misalnya, saya meyakini bahwa bagi suatu agama yang ingin menciptakan perdamaian di dunia, adalah suatu keniscayaan bahwa agama yang mampu mempersatukan manusia adalah yang juga dapat menerima sifat universalitas agama; dengan pengertian bahwa semua manusia adalah mahluk dari Pencipta yang satu, terlepas dari warna kulitnya, suku bangsa atau pun faktor geografisnya. Dengan demikian, mereka semuanya berhak memperoleh petunjuk samawi, kalau memang petunjuk samawi itu diberikan kepada salah satu bagian dari masyarakat manusia. Pandangan ini meniadakan konsep monopolisasi kebenaran oleh salah satu agama.

Apapun nama atau ajarannya, semua agama yang ada, di manapun atau kapanpun keberadaannya, mempunyai dasar kebenaran samawi. Kita juga harus mengakui bahwa agama-agama mempunyai sumber yang sama, meskipun di antara mereka terdapat perbedaan-perbedaan ajaran dan pandangan. Sumber samawi yang melahirkan suatu agama di suatu bagian dari dunia, tentunya juga memperhatikan kebutuhan agama dan spiritual manusia dibagian lain dunia dan yang berada di kurun waktu yang berbeda. Inilah tepatnya pesan yang disampaikan oleh Al-Qur'ān, kitab suci umat Islam.

«irtci004»

--
Gambar ilustrasi diperoleh dari 
AhmadiyyaTimes.blogspot.com. ;-)

“Love for All, Hatred for None!”

15 July 2013

hadis “utuslah kami ke manapun Tuan suka”

Posted by at 7/15/2013 06:10:00 PM
AL-MISWAR ibnu Makramah r.a. menuturkan bahwa suatu hari Rasūlu'l-Lāh saw. keluar menemui para sahabat kemudian bersabda, “Sungguh, Allāh mengutus saya sebagai rahmat bagi semesta alam. Laksanakan semua perintah saya, niscaya Allāh swt. akan merahmati Anda. Jangan menentang saya sebagaimana kaum Hawariyyin menentang Isa. Sungguh, Isa menyeru kepada kaumnya kepada sesuatu yang sama seperti yang saya serukan kepada Anda. Ada orang (hawariyyun) yang ditugaskan ke tempat yang jauh, tetapi ia enggan menunaikan tugasnya sehingga Isa mengadukannya kepada Allāh. Akhirnya, mereka semua menjalankan tugas (dakwah); tiap-tiap mereka berbicara dengan bahasa kaumnya. Isa berkata kepada kaumnya, ‘Ini adalah tugas yang telah diputuskan Allāh untuk kalian. Jadi, laksanakanlah!’”

Para sahabat berkata, “Wahai Rasūlu'l-Lāh, kami akan melaksanakan setiap perintah Tuan! Utuslah kami ke manapun Tuan suka.”

«Jam’ al-Jawāmi’ (4734), al-Kanz (32090), Aḥmad (III/268, V/257), al-Majma’ (V/69), al-Misykāh (3654), al-Durr al-Mantsūr (II/323); dari “Buku Pintar Khutbah Rasulullah saw.” karya Nawaf al-Jarrah, Zaman, Jakarta, 2013 (I), penerjemah: Muhammad Zaenal Arifin, halaman 40-41».

--Foto ilustrasi diambil dari NJPainAndNumbnessRelief.com.

“Love for All, Hatred for None!”

Popular Posts

“alislam.org” updates

My Blog List

tentang Islām

ISLAM (Arab: إسلام islām) adalah sebuah nama yang diberikan oleh Allāh (الله) kepada agama ini (QS 5:4). Ia berasal dari bahasa Arab yang harfiahnya berarti ketaatan dan kedamaian.

Islam berasal dari akar kata bahasa Arab “سَلِمَ (salima)” yang artinya adalah perdamaian, kemurnian, kesucian, penyerahan, dan ketaatan. Jadi ‘Islam’ berarti jalan orang-orang yang taat kepada Allāh dan yang menciptakan kedamaian dengan-Nya dan dengan makhluk-Nya. Pengikutnya disebut Muslim.

Arti kata Islam sendiri, harfiah berarti damai. Dalam sepatah kata ini, tercermin dengan indahnya semua ajaran dan perilaku Islam.

Islam adalah agama yang damai. Ajaran Islam memberikan jaminan rasa damai bagi semua segi kehidupan dan harapan manusia.

Islam bukanlah agama baru. Hal ini, pada dasarnya, pesan dan bimbingan yang sama yang telah Allāh turunkan kepada semua nabi sebelum Nabi Muhammad saw..[]

(selengkapnya di sini atau pula di Alislam.org)
© Ahmadiyah adalah Islam is powered by Blogger - Template designed by Stramaxon - Best SEO Template